Senin, 07 September 2009

Langkah Pertama ke Jenjang Nobel Prize

Rabu, 21-12-2005

Prestasi pelajar Indonesia dari forum lomba ilmiah Internasional bidang Fisika di ICYS Polandia membuktikan kembali kualitas jempolan pelajar Indonesia. Adalah Anike Nelce Bowaire siswi kelas III SMAN-1 Serui, Papua yang meraih medali emas The First Step to Nobel Prize in Physic 2005 di Polandia. Anike mengetengahkan makalah penelitian "Accelerated Rotating Horizontal Spring" yang lahir dari suatu eksperimen guna merumuskan model chaos dalam pegas horizontal. Pengakuan atas karya ilmiah mana agaknya nanti bisa jadi menorehkan nama eksperimen sebagai "Model Pegas Horizontal Bowaire".

Dua tahun sebelumnya siswa SMA Negeri 3 Jayapura, Papua : Septinus George Saa, juga berhasil merebut penghargaan The First Step to Nobel Prize in Physic 2003. Atas keberhasilan meraih penghargaan tertinggi serupa ini, maka Prof. Yohannes Surya selaku ekspert Ilmu Fisika yang selama ini membimbing pelajar berlomba di ajang TOFI menyatakan rasa optimisme, bahwa tahun 2025 seorang ilmuwan Indonesia bakal mampu meraih penghargaan Nobel.

Segenap bangsa Indonesia patut berterima kasih bahwa dari pulau terujung Timur Nusantara seakan tak putus-putus melahirkan manusia berotak jempolan. Dalam hal sosok berkualitas istimewa kelahiran Papua seyogyanya bangsa dan pemerintah dapat lebih menghargai ahli Fisika Partikel: Hans Jacobus Wospakrik kelahiran Serui tahun 1951.
Hans J.W adalah ilmuwan dan dosen jurusan Fisika ITB yang karena keistimewaan otaknya sempat dibawa ikut serta dalam riset Fisika Partikel pada tahun 1980-an oleh pasangan fisikawan terkemuka asal negeri Belanda : J.G Veltman dan Gerardus 't Hooft. Atas risetnya perihal rumusan materi partikel Quark kedua Fisikawan Belanda dari Universitas Utrecht berhasil meraih penghargaan Nobel Fisika tahun 1999.

Hans J.Wospakrik sendiri sebelumnya bersekolah di SMA Serui dan ia adalah satu-satunya wisudawan ITB berpredikat lulus Cum Laude tahun 1976. Dalam periode 1982-1999 selagi menjadi dosen Fisika ITB Hans terbilang berprestasi istimewa karena berhasil memasukkan karya-karya ilmiah rumusan olah pikirnya dalam Journal Fisika yang paling top sejagat -wadah tempat ilmuwan kelas peraih Nobel menyajikan kajian rumusan ilmiah yang paling musykil model Teori Relativitas Einstein- yakni: Physical Review D, Modern Physic Letter A, International Journal of Modern Physic A.

Namun sayang-1001-sayang prestasi yang terbilang langka dan berdedikasi tinggi ini agaknya kurang mendapat penghargaan memadai oleh Pemerintah -dalam hal ini Kementerian Diknas- hingga sampai akhir hayatnya meninggal karena penyakit kanker di Jakarta 11 Januari y.l. seorang Hans J.Wospakrik adalah seorang dosen yang teramat sederhana tanpa harta benda apapun, bahkan sekedar piagam penghargaan yang pantas dari Pemerintah.

Beruntung masih ada institusi perguruan tinggi nasional yang tergerak menganugerahkan: "Penghargaan Fisikawan Terbaik Indonesia" Lustrum IX Universitas Atma Jaya awal Juni y.l di Jakarta. Dan masyarakat komunitas Iptek Indonesia sendiri pantas merasa beruntung karena almarhum sempat menulis buku "ilmiah-populer" yakni: "Berkenalan dengan Teori Kerelatifan Umum Einstein" (1987) dan "Dari Atomos hingga Quark" yang baru saja diluncurkan bersamaan dengan momen penghargaan bagi almarhum awal Juni 2005. Disamping torehan karya tulis ilmiah di 4 media terkemuka Journal Fisika maka kedua buku tulisan Hans J.Wospakrik merupakan warisan karya ilmiah yang pantas menjadi panduan bagi segenap kalangan komunitas Iptek di tanah air -mulai dari pelajar yang bercita-cita menjadi ilmuwan serta kalangan doktor- yang bersemangat untuk meraih penghargaan ilmiah tertinggi: Nobel Prize.


Sumber: IPTEKnet / Rizal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar